Jumat, 14 Juli 2017

Pantai Sine yang lari dari Sejarah Lokal | Rider Kartini Tulungagung

PHTulungagung, Lama tidak menunjukan tulisanya, bukan berarti kami vacum didalam melanjutkan project Rider Kartini, kami masih melihat dari jauh, efek social media dan efek dari eksplorasi kita, diwilayah wilayah destinasi wisata yang dulunya sengaja kita bangun dan ramaikan dengan mengunggah foto-foto yang bernilai estetis kedalam social media, bermula pada tempat yang sepi tanpa pengunjung, bahkan banyak orang mengatakan tempat tersebut adalah tempat angker, 3 tahun kita mengawali semua itu dengan susah payah, menanamkan pendidikan wisata didalam warga/masyarakat sekitarnya, membangun opini-opini positif yang dahulu juga terkenal sebagai tempat mesum dan tempat bersembunyinya orang-orang yang suka mengkonsumsi minuman keras.

Kini dengan Kabar yang mengejutkan, setelah kian lama kami tidak mengunjungi secara rutin seperti dahulu, kami berusaha menahan diri untuk hanya melihat dari kejauhan saja, perkembangan demi perkembangan, meski kami jarang kesana tetapi kami terus memantau karena wujud dari kepedulian kami selama ini yang turut ikut membangun sedemikian rupa tatanan zona wisata, sebut saja pantai sine, yang dahulu hanya dikenal dengan TPI yang gagal digunakan karena letak (lokasi) TPI tidak memenuhi standart untuk bersandarnya kapal dipantai sine.

Sekarang, Hutan Cemara yang dahulunya tidak banyak orang tahu, bahkan untuk menuju kesanapun mereka masih mengandalkan foto kami yang kami unggah di social media, tak banyak juga warga yang tahu lokasi foto yang kami tangkap, karena merekapun hampir tidak pernah melihat lokasi itu, hingga pengunjung juga harus mencari-cari jalan menuju Hutan Cemara tersebut, Hingga suatu hari lalu kami ber inisiatif untuk membuat petunjuk arah sederhana dari kayu yang kami tuliskan arah Hutan Cemara.

Tidak Hanya Hutan Cemara saja, ada muara sungai yang dimana warga sering sekali menyebutnya SONG BAJOEL yang artinya muara sungai yang banyak buayanya, sekarangpun juga menjadi tempat yang sangat ramai dikunjungi, meski perubahan nama kepada kedua tempat itu karena efek kekinian social media, kamipun sempat kecewa dengan pengenalan nama tersebut, Hutan Cemara yang kini menjadi Cemoro Sewu, dan SONG BAJOEL yang mempunyai arti sejarah ditempat itu menjadi Danau Cinta, tapi kami sengaja diam dan melihat perubahan-perubahan yang mereka buat.

Meski menarik perhatian pengunjung nama kekinian tersbut sungguh lari dari nilai sejarah yang sesungguhnya, mungkin itu adalah contoh mengapa Sejarah dinegara ini bisa diplintat plintutkan, karena dari generasi ke generasi, selalu ada perubahan yang mungkin tidak sesuai dengan fakta sejarahnya, untuk itu kami sengaja menuliskan beberapa bait cerita yang kami susun sesuai dengan fakta lapangan dan kegiatan kita yang telah berjalan mulai Hutan Cemara (Cemoro Sewu) Sepi Hingga Ramai Seperti Sekarang.

Untuk itu kami sengaja sebagai generasi muda yang hendaknya terus memantau, dan melihat dinamika yang sedang terjadi dihadapan masyarakat.

Pantau terus Time Line Paguyuban Honda Tulungagung


Follow IG @ phtulungagung

Akun Official Kami : 
www.facebook.com/phtulungagung

Official Patner Kami :
www.facebook.com/motomideo
IG @motomideo #motomideo

0 comments: