Jumat, 02 Juni 2017

Mengupas Misteri Alas Kandung di Bulan Ramadhan 2017

PHTulungagung, Ngabuburide Ala Megapro Owner Club Tulungagung, Minggu Memang Waktu yang tepat untuk Liburan, Bersama keluarga dan Menikmati Wisata di Kota Tulungagung, dan Kebetulan Minggu ini Masih di awal Bulan Ramadhan, Hingga Kami Memutuskan untuk Memaknai Perjalanan Kami, Megapro Owner Club Tulungagung, untuk sedikit mengulas tentang sejarah wisata di Tulungagung.
Kami Berkunjung di Air Terjun Alas Kandung, atau yang dikenal dengan grojokan sewu, Air Terjun Alas Kandung dikelilingi pepohonan yang sangat rindang menambah tentram suasana. Di dalam kolaman, ikan-ikan dan udang kecil akan menghampiri ketika kita memasukkan kaki ke dalam air. Sebenarnya obyek wisata ini bernama “Grojokan Sewu Alas Kandung” namun masyarakat lebih familier dengan sebutan “Air terjun Alas Kandung”.
Sebelumnya, sekitar era 1990-an kawasan wisata alas kandung sempat dikembangkan Pemkab Tulungagung dengan menjadikannya sebagai kolam renang dan bumi perkemahan. Seiring berjalannya waktu, pengelolaan yang tidak kontinyu dari daerah menyebabkan obyek wisata keluarga dan bumi perkemahan itu rusak dan terbengkalai. Hanya tersisa bangunan kolam yang sudah mengering dan ditumbuhi semak belukar.
Menurut sejumlah buku sejarah, terutama buku Bale Latar, Blitar didirikan pada sekitar abad ke-15 oleh Nilasuwarna atau Gusti Sudomo, anak dari Adipati Wilatika Tuban, adalah orang kepercayaan Kerajaan Majapahit, yang diyakini sebagai tokoh yang mbabat alas.
Sesuai dengan sejarahnya, Blitar dahulu adalah hamparan hutan yang masih belum terjamah manusia. Nilasuwarna, ketika itu, mengemban tugas dari Majapahit untuk menumpas pasukan Tartar yang bersembunyi di dalam hutan selatan (Blitar dan sekitarnya). Sebab, bala tentara Tartar itu telah melakukan sejumlah pemberontakan yang dapat mengancam eksistensi Kerajaan Majapahit. Singkat cerita, Nilasuwarna pun telah berhasil menunaikan tugasnya dengan baik Bala pasukan Tartar yang bersembunyi di hutan selatan, dapat dikalahkan. Sebagai imbalan atas jasa-jasanya, oleh Majapahit, Nilasuwarna diberikan hadiah untuk mengelola hutan selatan, yakni medan perang yang dipergunakannya melawan bala tentara Tartar yang telah berhasil dia taklukkan. Lebih daripada itu, Nilasuwarna kemudian juga dianugerahi gelar Adipati Ariyo Blitar I dengan daerah kekuasaan di hutan selatan. Kawasan hutan selatan inilah , yang dalam perjalanannya kemudian dinamakan oleh Adipati Ariyo Blitar I sebagai Balitar (Bali Tartar). Nama tersebut adalah sebagai tanda atau pangenget untuk mengenang keberhasilannya menaklukkan hutan tersebut.
Setelah Mengupas Sejarah Alas Kandung melalui Juru Kunci, atau orang yang dituakan didaerah tersebut, kami bergegas menuju Pantai Sine, berharap bisa buka bersama dengan suasana Pantai, dengan ikan bakar yang sedap, dan allhamdulillah, acara buka puasa bersama dengan keluarga Megapro Owner Club bisa tercapai pada kesempatan ramadhan 2017 kali ini.
#paguyubanhondatulungagung #phtulungagung #mpcsolid#asosiasimegaproindonesia #mocta


Pantau terus Time Line Paguyuban Honda Tulungagung


Follow IG @ phtulungagung

Akun Official Kami : 
www.facebook.com/phtulungagung

Official Patner Kami :
www.facebook.com/motomideo
IG @motomideo #motomideo

0 comments: